Tuesday, March 16, 2010

Ucapan Maaf untuk Teater O


”Memenuhi segala kecocokan dengan hati semua manusia adalah hal yang tidak mungkin kamu capai”

- Imam Syafi’i -


Pertama kali aku melihatmu, aku merasa bahwa ada kecocokan hati di antara kita yang dijembatani oleh kata ”bebas” dengan simbol lingkaran yang tak terputus. Melihat para penikmat seni yang berkutat di dirimu, aku merasa bahwa aku telah bertemu dengan calon saudaraku. Aku merasa bahwa aku akan menemukan sebuah ”rumah” dalam arti yang sebenarnya, bahwa aku akan menemukan sebuah rasa yang aku tak tau namanya yang membuatku tak takut pada apapun, yang membuatku tak mengenal lagi apa rasa malu. Dan ternyata itu semua benar...


Kaulah yang mengajarkanku bahwa hidup berisi macam ragam hal yang sangat berbeda bahkan beberapa adalah hal yang aku benci atau bertentangan dengan kepercayaanku, dan semua hal tersebut adalah sepenuhnya hakku untuk memilih. Kau yang mengajarkanku bahwa kebebasan yang tak terbatas adalah pada diriku sendiri. Kau mengajarkanku bahwa rasa malu ada pada pikiranku, dan satu-satunya cara meminimalisirnya atau bahkan menghilangkannya adalah dengan membangun ulang mindsetku. Dan kaulah yang mengajarkanku bahwa cinta pun ternyata tak terbatas meskipun bisa berubah bentuk.

Mungkin kau marah ketika aku meninggalkanmu hanya karena kau tergantikan dengan nama yang baru. Namun taukah kau, bahwa cintaku mati bersamaan dengan matinya hatimu, karena ternyata bukan hanya namamu yang mati, namun juga para penikmat seni yang berkutat di dirimu. Pada mulanya memang hanya namamu yang terganti, namun lama-lama mereka pun mengganti isi organmu dan pada akhirnya mereka pun telah menggantikan hatimu, sehingga kau benar-benar sudah terganti esensi.

Mereka tak lagi memandangmu sebagai sebuah rumah yang bisa memeluk dan menghangatkan kami, namun mereka menjadikanmu sebuah badan organisasi yang penuh intrik dan politik. Mereka memandang bahwa yang seniorlah yang mempunyai kuasa dan suara keputusan, mereka tak lagi memandangmu sebagai tempat berkarya dan kepuasan batin, namun sebagai badan yang membuat mereka berjiwa chauvinisme dengan emosi sebagai pengemudinya. Mereka tak lagi memandang bahwa semua penikmat seni adalah saudara, namun sebagai budak yang harus berjanji setia sampai mati untukmu. Bukankah kau tak pernah mengajarkan itu pada kami? Bukankah kau hanya ingin memeluk dan menghangatkan kami tak peduli apa kepercayaan kami, tak peduli siapa Tuhan kami, tak peduli berapa umur kami, tak peduli seberapa bodohnya kami dalam hal seni, dan tak peduli apakah kami loyal padamu atau tidak.

Apakah kau melihat diklat yang terjadi baru-baru ini? Semoga kau tak melihat karena aku tak mau kau menjadi sedih atau menyesal telah dilahirkan. Aku melihat seseorang yang sangat memegang kepercayaannya dan mempunyai keinginan yang besar untuk belajar, diremehkan dan disarankan untuk tidak diterima oleh senior hanya karena dia berusaha untuk bersikap profesional sehingga dianggap tidak memprioritaskan organisasi. Aku melihat seseorang yang belum begitu stabil disuruh berjanji untuk setia dan menjaga organisasi. Aku melihat seseorang yang ditertawakan remeh karena menyatakan bahwa dia ingin refreshing di organisasi ini. Taukah kau, sesungguhnya aku miris melihat itu semua.

Apa mungkin mereka lupa tentang tujuanmu ada di sini, atau mungkin dengan bergantinya namamu maka berganti pula esensimu, atau tempat kita ini sekarang tak lagi menerima perbedaan, atau tempat ini memanglah bukan dirimu?
Maka aku nyatakan maaf, padamu, pada saudara-saudara penikmat seni yang dulu, pada semua yang mempertanyakan ini namun tak mau menanyakan langsung padaku...

Teater O, kaulah guru pertamaku di dunia kampus ini...

5 comments:

  1. kayaknya mbak cicit udah ngerti banget dengan teater O ya.....

    nice blog....

    ReplyDelete
  2. ni rijal sapa yaw.

    sebenere terlalu berlebihan kalo dibilang ngerti banget.
    cuma itu yg saya rasain pas saya awal masuk disana, dan saya sgt sayang ma O.

    ReplyDelete
  3. semangatttt.........salam hangat...

    ReplyDelete