Thursday, February 18, 2010

Ungkapan ”Lebih Baik”

Beberapa orang (umpamakan A) sempat mengatakan pada pasangannya (umpamakan B) bahwa B akan mendapatkan orang yang lebih baik dari A, ketika A merasa tak bisa menjalin hubungan lebih jauh dengan pasangannya tersebut. Lalu, bisakah kita pertanyakan kembali maksud dibalik kata ”lebih baik” itu? Karena si B akan berpikir bahwa siapa yang bisa menjadi lebih baik ketika yang dia cintai hanyalah si A. Dan pula, tidak adanya patokan dan standard pasti dari kata ”lebih baik” juga akan semakin membuat semuanya menjadi sangat bias.
Manusia adalah makhluk yang sempurna karena mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sehingga ketika seseorang dikatakan lebih baik dari yang lain secara general, maka itu adalah suatu kesimpulan yang fatal. Begitu pula dalam sebuah hubungan, ketika A memang merasa tak bisa menjalani masa depan si B, maka akan sangat lebih baik ketika A menyatakan hal yang sebenarnya. Jelas dan Konkrit. Karena mengingat bahwa kata ”akan mendapatkan orang yang lebih baik” tidak membuat keadaan menjadi lebih baik. Terlebih lagi apabila ketidakbisaan itu berdasarkan pemikiran si A saja, seperti merasa kurang pantas, atau kurang bisa membahagiakan, dan laen-laen. Menyayangi seseorang adalah membiarkannya untuk mengetahui kesempurnaan kita, bahwa kita mempunyai situasi yang manis dan pahit.

Dalam hal ini membuka diri dan berlaku jujur adalah hal yang menurut saya cukup bisa diterima. Kita tak akan pernah bisa menerima sebuah cinta dari orang lain ketika kita tak membiarkan mereka mengenali diri kita, dan disinilah kejujuran sangat diperlukan. Dalam pahitnya kejujuran terdapat keindahan yang sangat besar, dan di sinilah keadaan bisa menjadi benar-benar lebih baik.


Read More..

Catatan Lama

Pernah suatu ketika aku merasa sangat ingin muntah dengan sekitar. Beberapa hal yang ada di kiri kanan serasa menekanku ketika pikiran terasa semakin berat dan hati semakin terasa mau meledak. Di saat seperti itulah aku merasa bahwa aku benar-benar membutuhkan seseorang untuk mendengarkanku bercerita, benar-benar membutuhkan tempat untuk menampung tangisanku, benar-benar membutuhkan tangan untuk memeluk dan menenangkanku, benar-benar membutuhkan es krim untuk mendinginkan keadaanku.
Dan di suatu ketika itu, semua yang kubutuhkan ternyata tidak ada. Yang ada adalah: beberapa orang di sampingku yang mengeluh entah tentang cuaca atau tentang mata kuliah yang ada, kelompok belajarku yang menyerahkan segala sesuatu termasuk tugas yang seolah-olah mengharuskan q untuk selalu mengaturnya, beberapa orang yang terus membuat forum lain ketika kelas berlangsung. Bahkan tak ada waktu untuk keluar meskipun hanya ke kamar mandi, dan pula tak ada es krim untuk mengompres suasana.

Di saat seperti itu, diriku yang mempunyai dualisme, berusaha ,melepaskan diri dan menjadi sosok yang biasa aku lakukan. Sekali lagi atau berulang kali lagi lebih tepatnya, diriku berkata ”Semua ini adalah sebuah konsekuensi logis atas semua kegiatan yang aku pilih, yaitu akan lebih banyak pula yang aku pikirkan”. Konsekuensi logis yang tak bisa dengan semena-mena aku ungkapkan, seperti menuntut, menggerutu, dan menyalahkan yang mana ternyata terkadang itu malah mempersulit diriku sendiri.

Read More..